WHATEVER IT, DON'T WALK AWAY
Seseorang pernah mengatakan, "Bagaimanapun dirimu, aku akan menerimamu".
Tapi sekarang, aku tidak pernah tahu di mana ia saat aku sedang
berjalan sendiri di tengah hujan. Saat aku harus membuka payungku dan
masih berpikir, mungkin kau akan datang.
Tidak, kau tidak pernah datang.
Aku pikir selama ini kita mengalami musim semi bersama. Tapi ternyata
itu tak pernah kau rasakan sepertihalnya aku menyukai bagaimana
rerumputan liar bersama butir embun terinjak oleh langkah kaki kita.
Sekarang aku sadar, kau tidak merasakan yang sama denganku.
Sekarang hujan turun pada tahun yang berbeda, namun masih pada bulan
Oktober. Hujan turun dan kita tak lagi berada pada tempat yang sama
seperti dulu. Entahlah, kau berubah. Seandainya aku boleh mengulang
waktuku saat terakhir kali bersamamu. Seandainya aku bisa mengerti
kesalahanku, maka kita tidak akan saling menjauh.
Sungguh, sekarang aku merindukanmu.
Pepohonan basah di sekelilingku, bersama bangku kosong yang menggores
ingatanku tentang masa lalu yang begitu kelam. Air memukul tanah,
menyiprat-nyipratkan segala emosi yang berkecambuk. Sungguh, aku sangat
ingin kau ada di sini.
Semua tujuanku yang dulu sudah pupus. Aku kehilangan segalanya. Segala
hal yang dulu kita rencanakan dengan gila, sebuah jembatan yang kita
buat untuk menyeberang ke pulau yang berbeda. Sudah hambruk, entah,
mungkin rapuh. Ada satu harapanku saat kulintasi jalan yang tak
bergeming sama sekali. Apapun itu, aku mohon jangan berpaling dan pergi
begitu saja.
Hujan membuatku merasakan dingin yang tak terbatas. Terutama saat kau
berpaling, menjauh, lalu pergi dan tak pernah kembali lagi.